Selasa, 07 Desember 2010

BATIK KUDUS


corak rama kembang
 
Industri batik Kudus pada awalnya diproduksi secara home industri pada tahun 1800 M. Pusat produksi batik di Kawasan Kudus Kulon ( Kudus bagian barat ). Sesuai dengan sosiokultural yang berlaku pada masa itu bahwa gadis-gadis Kudus Kulon dalam menjalani kehidupannya dipingit oleh orang tua mereka. Untuk mengisi waktu, gadis-gadis tersebut diajari membatik. Selain Rama Kembang, Beras Kecer dan Alas kobong, motif kapal kandas merupakan motif yang digemari para pembeli. Nama kapal kandas terinspirasi pada bangunan rumah kuno berbentuk kapal ( omah kapal ). Batik Kudus memiliki corak yang dominan berwarna hijau. Ciri dan corak khusus inilah yang membedakan batik Kudus dengan produksi batik daerah lain.


corak kapal kandas
 

corak beras kecer

TARIAN ADAT KUDUS

  • Tari Kretek

  menggambarkan proses pembuatan rokok kretek tradisional

Penampilannya meliputi :
• Menyiapkan bahan baku
• Mencampur tembakau, cengkih dan saus
• Melinting rokok
• Merapikan rokok (mbatil)
• Mengemas rokok
• Memasarkan hasil produksi
  • Tari Terbang Papat

  menggambarkan kebahagiaan muda mudi
  • Tari Cendono Cendani

  menceritakan asmara dan cinta antara si kembar Cendono Cendani

PENGANTIN ADAT KUDUS


Pakaian pengantin tradisional adat Kudus dapat dilihat seperti gambar dimana pengantin pria mengenakan busana hajj ( busana ala syeh dari bangsawan quraisy ). Dalam adat pernikahan Kudus ada beberapa tahapan untuk melaksanakan ikatan pernikahan.
  • Jomblangan : tahap penjajagan
  • Nontoni : memberi kesempatan kepada jejaka untuk melihat gadis yang akan dijodohkan
  • Nakokno : menanyakan apakah si gadis mau dijodohkan
  • Lamaran : peresmian pertunangan
  • Ater Tukon : penyerahan mas kawin dan penentuan hari perkawinan
  • Upacara pernikahan : siraman pengantin, jonggolan, kembang mayang, akad nikah, ngundhuh penganten, ondrowino / walimah dengan gelar seni tradisional
  • Mbesturokno : mengantar pengantin ke rumah mertua
 

Agenda Lamaran

menggambarkan penyerahan tanda ikatan resmi dari pihak pria kepada pihak wanita bahwa anak gadis tersebut telah ada yang mengikat. Dalam agenda lamaran terdapat upacara Asok Tukon atau penyerahan mas kawin sebagai penganti nilai anak gadis dan penentuan hari perkawinan.
 

Agenda Midodareni

dimulai dengan kesibukan di rumah calon Pengantin puteri, menghias dan mengatur pelaminan serta persiapan lain dalam rangka hari pernikahan. Upacara Midodareni : dipimpin oleh juru rias pengantin
  • Memandikan calon pengantin puteri
  • Melulur dan meng-halub-halubi calon Pengantin Puteri
  • Memotong rambut sinom, dan rias midodareni
  • Kunjungan calon Pengantin Pria beserta rombongan serta serah terima sesaji (kembang mayang) : upacara jonggolan
 

Agenda Akad Nikah dan Ondrowino (Ngundhuh Pengantin)

Upacara akad nikah dilaksanakan sesuai dengan Syariat Islam yang dipimpin oleh Naib/KUA dan biasanya bertempat dikantor KUA atau Mesjid sesuai dengan status sosial keluarga Pengantin. Dalam pelaksanaan akad nikah selesai Pengantin Pria di arak menuju kerumah Pengantin Puteri. Perjalanan Pengantin diiringi dengan irama terbang Jidur ,Rebana dan Barongan lengkap dengan Gegar Mayang-Bendera Rontek-Umbu-umbul.
Setelah sampai di halaman rumah Pengantin Putri diadakan upacara :
  • Serah terima ayam jago (adon-adon) yang didahului pencak silat antara “Jagoan Keluarga Pengantin Putri Melawan Jagoan Keluarga Pengantin Pria”
  • Temon Pengantin
  • Membuka cadar Pengantin Putri oleh Pengantin Pria disaksikan para orang tua (pinisepuh)
  • Ondrowino berupa pegelaran seni : Samroh, Rodat, Terbang Jidur
  • Setelah acara selesai dirasa cukup, Pengantin sekalian diboyong ke rumah Pengantin Pria diiringi para sanak keluarga sesuai dengan nilai-nilai adat dan tradisi Kudus.

ACARA ADAT KUDUS

Buka Luwur

buka luwur merupakan upacara penggantian kain klambu penutup makam yang berlangsung tiap tahun. Upacara buka luwur diawali dengan penglepasan luwur lama dan dilanjutkan dengan pemasangan luwur yang baru. Upacara ini dirangkai dengan pengajian umum dan tahlil bersama.
  • Buka luwur Sunan Kudus dilaksanakan setiap tanggal 10 Syuro

  • Buka luwur Sunan Muria dilaksanakan setiap tanggal 16 Syuro



  • Kupatan

    kupatan yaitu tradisi yang dilaksanakan pada hari ke 7 setelah Idul Fitri dengan keramaian hiburan rakyat mulai pagi sampai sore. Kupatan dilaksanakan di berbagai daerah antara lain di Bulusan Desa Hadipolo (Kec. Jekulo), Desa Kesambi (Kec. Mejobo), Sendang Jodo Desa Purworejo (Kec. Bae).


    Dandangan

    dandangan yaitu tradisi menyambut datangnya Bulan Romadlon / bulan puasa yang dilaksanakan di sekitar Menara Kudus. Puncak acara adalah pada malam 1 Romadhon.Masyarakat berkumpul di sekitar Masjid Menara Kudus untuk mendengarkan pengumuman dan bedug yang dipukul bertalu-talu sebagai tanda dimulainya ibadah puasa keesokan harinya. Banyaknya masyarakat yang berkumpul tersebut dimanfaatkan para pedagang kecil dan mainan anak-anak untuk menjajakan dagangannya.


    Ampyang

    ampyang merupakan salah satu acara tradisional yang bertujuan untuk memperingati hari kelahiran Nabi besarMuhammad SAW. Ampyang dilaksanakan di Desa Loram Kulon.Berdasaran cerita, ampyang adalah sejenis krupuk bentuk bulat dan beraneka warna yang dijadikan hiasan tempat makan dari bambu ( didalamnya terdapat nasi dan lauk pauk ) diusung ke Masjid Wali At Taqwa Loram Kulon.

    PAKAIAN ADAT KUDUS

     

    Pakaian Adat Wanita

     
    • Caping Kalo
    • Baju kurung beludru
    • Jarik/Sinjang Laseman
    • Selendang Tohwatu
    • Selop kelompen
    • Aksesoris kepala dan leher yaitu sanggul besar dengan cunduk mentul berjumlah lima atau tiga buah, Suweng beras kecer atau suweng babon angkrem, kalung (sangsang) robyong berjuntai lima (5) atau berjuntai sembilan (9), menghiasi leher sampai dengan dadanya, kancing peniti dari keping mata uang: ece, ukon, rupih atau ringgit, gelang lungwi, cincin Sigar Penjalin
       

     

    Pakaian Adat Pria

    • Blangkon gaya Surakarta
    • Beskap Kudusan
    • Jarik Laseman
    • Selop alas kaki
    • Ikat pinggang atau Timang
    • Keris motif Gayaman atau ladrangan
     

    Nilai Filosofis

    Caping kalo tutup kepala
    bentuknya bulat melambangkan bahwa setiap manusia wajib berpasrah diri secara bulat dan untuk kepada Sang Maha Pencipta, Allah S.W.T, Caping Kalo : melambangkan manusia supaya mampu menutup telinga (nacapi kuping), terhadap suara-suara negatif yang merugikan kehidupan, sebab disana banyak segala kemungkinan ( kae-lhoooooo [dalam bahasa Indonesia artinya : disana lho] ) yang perlu diwaspadai.
     
    Kalung robyong berjuntai lima atau sembilan
    melambangkan bawalah kemana saja (kalungake; Jw.) sebagai pegangan hidup yaitu lima rukun Islam, yang diajarkan oleh para wali di tanah Jawa (Wali Songo), tentang Iman dan Islam. Lakukanlah secara berobyong (kebersamaan seiman guna mencapai kebahagiaan dunia/akhirat).
     
    Kancing peniti berupa uang emas direnteng
    melambangkan bahwa manusia harus menghargai nilai-nilai iman sampai ke dalam relung hati, kancinglah (kuncilah/tutuplah) segala sesuatu yang biasanya menggoda hati manusia dan menghancurkan manusia. Terimalah dengan senang hati bila dihinakan (diece-kancing-ece), teguhlah kepada berbagai cita-cita mulia (rupi-rupi-pengarah-kancing rupiah Jw.), agar nilai hidupmu tetap bernilai tinggi, lebih tinggi dari uang ringgit emas di dadamu.
     
    Gelang Lungwi
    melambangkan Pagari dan ikatlah kedua tanganmu seerat dan sekuat tali lungwi, yaitu tali tampar yang terbuat dari kulit bambu apus agar tanganmu terkendali dan tidak terjerumus melakukan perbuatan tercela, yang meskipun secara lahiriah tampak menguntungkan, tetapi sebenarnya manusia tertipu (kapusan-pringapus).Berbuatlah engkau seperti elungnya uwi (pucuk jalur tanaman ubi), selalu merunduk meskipun berusaha berdiri. Kaum muda harus waspada karena masih hijau pengalamannya (pucuk elung uwi hijau muda), karena setiap kelengahan akan mudah patah (masih muda/lunak) dan kahirnya pasti merugi.
     
    Gelung Sanggul Bercunduk Mentul
    melambangkan janganlah mahligai dirimu tidak terawat, aturlah dengan kebulatan tekad pasrahmu dan sisipkan angan citamu perbuatan yang mikolohi serta cundhuk (sesuai) dengan mentul merunduknya imanmu. Jadikanlah tingkah lakumu yang membuat mentul, bijaksana serta adil.
     
    Keris pusaka
    melambangkan disengker cikben ora miris. Pusaka piyandel harus selalu melekat pada tubuh manusia, agar tidak mengalami keraguan atau ketakutan dan guna memperoleh ketenangan jiwa bawalah pusaka. Yang paling ampuh ialah kalimat syahadat.. Janganlah manusia lepas dari kalimat syahadat karena bila terlepas bisa menghantarkan manusia ke neraka.Bersikaplah gagah kesatria, karena pusaka sudah melekat pada tubuhmu.
     
    Jam Gandul Berantai Emas
    jam melambangkan petunjuk tentang waktu, seharusnya tidak boleh menunda waktu ibadah lima waktu dimana saja, jaga aja nganti kesundhul (gandhul) wektu amarga kena godha rentengana ngoyak bondho (emas).Tegasnya demi waktu janganlah ibadah menjadi tertunda akibat terlilit oleh harta benda.
     
    Blangkon/ikat kepala
    memberikan peringatan kepada manusia agar bersikap lebih terbuka dan jangan suka memberi perintah kepada orang lain (blakblakan lan aja tukang sepakon atau blangkon). Lindungilah otakmu dari semua gangguan, ikatlah seerat mungkin tekadmu demi kebagusan (kebaikan).
     
    Suweng Beras Kecer/Babon Angkrem
    memberi peringatan kepada manusia agar jangan berbuat gegabah jangan tergesa-gesa berbuat meskipun dibakar oleh santer/kekerasannya suara dan informasi yang membangkitkan amarah. (Suweng = aja kesusu ngaweng/nyabet, sanajan beda laras, hammangkelake lan ngekecer wirang).Tutuplah telinga rapat-rapat dan redamlah suara negatif meskipun menyakitkan hati, karena semua cercaan, hinaan, cemoohan dan ejekan adalah pundi-pundi kebahagiaan.

    RUMAH ADAT KUDUS ( GEBYOK )

    Nilai Filosofis Rumah Adat Kudus

           
      Rumah Adat Kudus, yang menurut kajian historis-arkeologis, telah ditemukan pada tahun 1500 – an M, dibangun dengan bahan baku 95 % berupa kayu jati dengan teknologi pemasangan sistem “knoc-down” (bongkar pasang tanpa paku). Merupakan seni ukir 4 dimensi dari perpaduan seni ukir Hindu, Persia (Islam), Cina, dan Eropa, dengan tetap ada nuansa ragam hias asli Indonesia. Keunikan Rumah Adat Kudus yang juga cukup menarik untuk dicermati adalah kandungan nilai-nilai filosofis yang direfleksikan rumah adat ini.

    Bentuk ukiran dan motif

    ragam hias ukiran, misalnya : pola kala dan gajah penunggu, rangkaian bunga melati (sekar rinonce), motif ular naga, buah nanas (sarang lebah), motif burung phoenix, dan lain-lain.
     

    Tata letak

    rumah adat, misalnya arah hadap rumah harus ke selatan, dengan maksud agar pemilik rumah tidak memangku G. Muria (yang terletak di sebelah utara) sehingga tidak memperberat kehidupan sehari-hari.
     

    Tata ruang rumah adat

    • Jogo satru / ruang tamu dengan soko geder-nya / tiang tunggal sebagai simbol bahwa Allah SWT itu Tunggal/Esa dan penghuni rumah harus senantiasa beriman dan bertakwa kepada-Nya
    • Gedhongan dan senthong / ruang keluarga dengan 4 buah soko guru-nya. Tiang berjumlah 4 sebagai penyangga utama bangunan rumah melambangkan agar penghuni rumah menyangga kehidupannya sehari-hari dengan mengendalikan 4 sifat manusia : amarah, lawamah, shofiyah, dan mutmainnah
    • Pawon / dapur
    • Pakiwan (kamar mandi) sebagai simbol agar manusia membersihkan diri baik fisik maupun rohani
    • Tanaman di sekeliling pakiwan, misalnya pohon belimbing, yang melambangkan 5 rukun Islam.
      pandan wangi, sebagai simbol rejeki yang harum / halal dan baik,bunga melati, yang melambangkan keharuman, perilaku baik dan berbudi luhur, serta kesucian abadi.

    Tata Cara Perawatan Rumah Adat Kudus

    Kekhasan (keunikan) Rumah Adat Kudus yang juga cukup menarik adalah tatacara perawatan rumah adat yang dilakukan oleh masyarakat pemiliknya sendiri dengan cara tradisional dan turun-temurun dari generasi ke generasi. Jenis bahan dasar yang digunakan untuk perawatan Rumah Adat Kudus merupakan ramuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman empiris pemiliknya, yaitu ramuan APT (Air pelepah pohon Pisang dan Tembakau) dan ARC (Air Rendaman Cengkeh). Ramuan ini terbukti efisien dan efektif mampu mengawetkan kayu jati, bahan dasar Rumah Adat Kudus, dari serangan rayap (termite) dan sekaligus meningkatkan pamor dan permukaan kayu menjadi lebih bersih, karena ramuan APT dan ARC dioleskan berulang-ulang ke permukaan dan komponen-komponen bangunan kayu jati.

    KRETEK KUDUS

    Sejarah M Nitisemito

     
    Perkembangan rokok kretek di Kudus tidak terlepas dari peran M. Nitisemito. M. Nitisemito adalah pemuda yang cerdas, ulet dan takarruf, mendekatkan diri kepada Tuhan YME. Sifat-sifat inilah terutama yang kelak membawa dirinya ke puncak ketenaran, sebagai seorang Raja Kretek. Sebelum memproduksi rokok, Niti Semito adalah carik Kampung Djanggalan, kemudian berniaga di Mojokerto dan akhirnya kembali ke Kudus berdagang batik dan membuka warung di rumahnya (Jl Sunan Kudus 120), yang menyediakan selain kebutuhan hidup sehari-hari juga bahan baku rokok kretek yaitu tembakau, klobot (daun jagung) dan jinggo/ benang. Menjelang tahun 1905, karena rokok kretek buatannya dikenal sangat enak, maka Niti Semito membuat rokok kretek berdasarkan pesanan sahabat-sahabatnya.
     

    Asal Mula Produksi Rokok

     
     
     
    Tahun 1908 perusahaan Nitisemito baru mendapat ijin dari Pemerintah Hindia Belanda dengan merk Bola Tiga ( Bal tiga ). Tahun 1909 Nitisemito mulai membuat rokok kretek dan di tahun inilah sebenarnya rokok kretek tumbuh menjadi industri, meskipun masih berupa industri kecil yang dikerjakan Nitisemito dan keluarganya. Untuk pertama kalinya rokok kretek dijual tanpa bungkus dengan harga 2,5 sen seikat untuk 25 batang ukuran kecil dan 3 sen seikat untuk 25 batang ukuran besar. Kemudian dilekati dengan merk Soempil ( driehoek, segitiga ) kemudian diganti dengan merk Jeruk / Djeruk sampai akhirnya diganti merk MNiti Semito dengan gambar 3 lingkaran yang dikenal dengan nama Bal tiga, Bal Teloe, Bola Tiga, Tiga Bola, Boender Tiga, Boender Telu. Rokok kretek berkembang dari industri kecil menjadi besar ketika M. NITI SEMITO mendirikan “Kretek Sigaretan Fabrik M. NITI SEMITO KOEDOES” di kampung Djanggalan Kudus, kemudian membuat lebih banyak rokok kretek dan mengirimkannya ke Semarang.
     

    Berkembangnya Produksi Rokok

     
    Awal tahun 1914 industri rokok kretek dari industri besar melonjak menjadi industri raksasa yang melibatkan ribuan tenaga kerja. Kesuksesan yang diraih M.NITI SEMITO ini kemudian banyak ditiru orang, sehingga antara tahun 1915 -1918 bermunculan ratusan pabrik rokok kretek yang baru tidak hanya di Kudus tetapi juga di Semarang, Surabaya, Blitar, Kediri, Malang, dll. Mulai saat itu industri rokok di Kudus mulai berkembang pesat, pada tahun 1989 ada sekitar 32 unit usaha rokok. Dari sekian banyak perusahaan rokok, yang terbesar adalah PT Djarum ( didirikan pada tahun 1951 ), PT Nojorono ( didirikan tahun 1932 ), PR Sukun ( tahun 1949 ), Jambu Bol ( didirikan tahun 1937 ).

    MENARA KUDUS




    Menara Kudus adalah bangunan tua yang terbuat dari batu bata merah berbentuk Menara yang merupakan hasil akulturasi kebudayaan Hindu-Jawa dan Islam. Menara Kudus bukanlah bangunan bekas Candi Hindu melainkan menara yang dibangun pada zaman kewalian / masa transisi dari akhir Kerajaan Majapahit beralih ke zaman Kerajaan Islam Demak. Bentuk konstruksi dan gaya arsitektur Menara Kudus mirip dengan candi-candi Jawa Timur di era Majapahit sampai Singosari misalnya Candi Jago yang menyerupai menara Kulkul di Bali. Menara Kudus menjadi simbol “Islam Toleran” yang berarti Sunan Kudus menyebarluaskan agama Islam di Kudus dengan tetap menghormati pemeluk agama Hindu-Jawa yang dianut masyarakat setempat.

    Kapan Menara Kudus dibangun? Diperkirakan Menara Kudus ini berasal dari abad 16, dibangun oleh Syeh Ja’far Shodiq (Sunan Kudus, salah seorang dari Wali Songo). Ditiang atap Menara terdapat sebuah candrasengkala yang berbunyi "Gapura rusak ewahing jagad". Menurut Prof. DR RM Soetjipto Wirjosoepano, candrasengkala ini menunjukkan Gapuro ( 6 ), Rusak ( 0 ), Ewah ( 6 ) dan Jagad ( 1 ) yang di dalam bahasa jawa dibaca dari belakang sehingga menjadi 1609 yang bermakna Menara dibangun pada tahun Jawa 1609 atau 1685 M.

    KUDUS KOTA WALI

    Kudus memiliki latar belakang sejarah sebagai salah satu pusat pusat penyebaran agama Islam di Jawa. Ini dibuktikan dengan adanya Sunan Kudus dan Sunan Muria.
     
     

    Sunan Kudus....

     
    Sunan Kudus atau Syeh Ja'far Shodiq adalah seorang yang tidak hanya merupakan senopati di Kerajaan Demak Bintaro namun juga ahli hukum agama Islam. Pada waktu itu suasana di Kudus banyak terdapat kedholiman. Banyak masyarakat yang suka foya-foya, judi, mabuk-mabukan dll. Hal tersebut membuat Sunan Kudus risau dapatkah orang-orang yang dholim itu disadarkan.Akhirnya melalui dakwah, Sunan Kudus berhasil mengajak mereka memeluk agama Islam.
     
    Sunan Kudus atau Ja’far Shodiq adalah putra dari Raden Usman Haji. Sunan Kudus ahli di dalam ilmu agama, pemerintahan dan kesusasteraan. Tidak heran jika beliau menduduki jabatan-jabatan penting. Di dalam menyebarkan agama islam, beliau menggunakan cara-cara yang sangat bijaksana, melihat situasi dan kondisi masyarakat setempat. Ini terbukti dari :
    • Bangunan Masjid dan Menara Kudus disesuaikan dengan seni bangun atau arsitektur Hindu. Ini akan memberikan kesan bahwa agama yang dibawa oleh Sunan Kudus sama dengan agama Hindu. Jadi masyarakat tidak terkejut atau menolak.
    • Masyarakat Hindu menganggap bahwa sapi atau lembu adalah binatang suci yang tidak boleh diganggu. Sunan Kudus juga memerintahkan kepada masyarakat supaya jangan menyembelih lembu. Jika ini terjadi, maka masyarakat akan marah, sebab binatang kesayangannya diganggu.
    • Lubang pancuran yang berjumlah delapan buah dan berbentuk kepala arca. Angka delapan ini menurut orang Buddha diartikan delapan jalan kebenaran.
    Sunan Kudus selain terkenal sebagai seorang wali, ahli dalam bidang agama, pemerintahan dan kesusasteraan, beliau juga dikenal sebagai pedagang yang kaya. Beliau mendapat gelar Waliyyul Ilmi, sehingga beliau diangkat sebagai penghulu (Qodi) di kerajaan Demak.
     
     

    Sunan Muria....

     
    Tentang nama Muria, berasal dari nama bukit yang bernama Marwah yang diberikan oleh Amir Haj ( R. Umar Said ) untuk menyebut daerah yang didiami sebagai tempat da’wahnya yaitu di daerah Kudus sebelah utara. Oleh masyarakat setempat Marwah diucapkan dengan Muria sampai sekarang. Nama Muria dipakai sebagai nama salah satu gunung yang semula bernama gunung Gundul atau Gundil. Sebelum Sunan Muria datang di daerah tersebut, nama daerah itu adalah Muriapada. Adapula yang berpendapat bahwa nama Muria berasal dari kata “ Mulia” sebab daerah tersebut didiami oleh seorang alim, seorang wali yang mulia.
    Raden Umar Syaid, atau Raden Said dikenal dengan sebutan Sunan Muria, adalah termasuk salah seorang dari kesembilan wali yang terkenal di Jawa. Nama kecilnya ialah Raden Prawoto. Beliau adalah putra dengan Sunan Kalijaga dengan Dewi Soejinah putri Sunan Ngudung. Jadi, kakak dari Sunan Kudus.
    Sebagai anggota dari walisongo, beliau bertugas menyiarkan agama Islam didaerah Jawa Tengah bagian utara. Sesuai dengan sifatnya yang sederhana, kurang tertarik kepada masalah-masalah politik, maka beliau lebih senang bertugas di desa-desa / daerah pegunungan. Tugas tersebut sangat berhasil. Beliau bergaul langsung dengan pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Dengan melalui ceramah-ceramah, kursus-kursus, sarasehan dsb, ajaran yang di sampaikan dengan mudah diterima masyarakat. Dalam berda’wah, Sunan Muria cenderung kepada Ilmu Tasawwuf. Cara berda’wah sangat bijaksana. Kebudayaan Jawa tidak ditinggalkan, bahkan beliau menciptakan lagu-lagu Jawa, antara lain Macopat, Kinanti, Sinom dsb. Dalam strategi da’wah, beliau menitikberatkan pada pembinaan mental masyarakat. Perjuangan yang bersifat physik dan politik tidak pernah dilakukan.

    Asal Usul Nama


     
    Sejarah Kota Kudus tidak terlepas dari Sunan Kudus. Karena keahlian dan ilmunya, maka Sunan Kudus diberi tugas memimpin para Jamaah Haji, sehingga beliau mendapat gelar “Amir Haji” yang artinya orang yang menguasai urusan para Jama’ah Haji. Beliau pernah menetap di Baitul Maqdis untuk belajar agama Islam. Ketika itu disana sedang berjangkit wabah penyakit, sehingga banyak orang yang mati. Berkat usaha Ja’far Shoddiq, wabah tersebut dapat diberantas. Atas jasa-jasanya, maka Amir di Palestina memberikan hadiah berupa Ijazah Wilayah, yaitu pemberian wewenang menguasai suatu daerah di Palestina. Pemberian wewenang tersebut tertulis pada batu yang ditulis dengan huruf arab kuno, dan sekarang masih utuh terdapat di atas Mihrab Masjid Menara Kudus (lihat gambar).

    Peran Sunan Kudus

     
    Sunan Kudus memohon kepada Amir Palestina yang sekaligus sebagai gurunya untuk memindahkan wewenang wilayah tersebut ke pulau Jawa. Permohonan tersebut dapat disetujui dan Ja’far Shoddiq pulang ke Jawa. Setelah pulang, Ja’far Shoddiq mendirikan Masjid di daerah Kudus pada tahun 1956 H atau 1548 M. Semula diberi nama Al Manar atau Masjid Al Aqsho, meniru nama Masjid di Yerussalem yang bernama Masjidil Aqsho. Kota Yerussalem juga disebut Baitul Maqdis atau Al-Quds. Dari kata Al-Quds tersebut kemudian lahir kata Kudus, yang kemudian digunakan untuk nama kota Kudus sekarang. Sebelumnya mungkin bernama Loaram, dan nama ini masih dipakai sebagai nama Desa Loram sampai sekarang. Masjid buatan Sunan Kudus tersebut dikenal dengan nama masjid Menara di Kauman Kulon. Sejak Sunan Kudus bertempat tinggal di daerah itu, jumlah kaum muslimin makin bertambah sehingga daerah disekitar Masjid diberi nama Kauman, yang berarti tempat tinggal kaum muslimin.
     

    Cerita Rakyat.....

      Ada cerita rakyat di Kudus tentang 'apa sebab masyarakat Kudus sampai sekarang tidak menyembelih sapi'?. Sebelum kedatangan Islam, daerah Kudus dan sekitarnya merupakan Pusat Agama Hindu. Dahulu Sunan Kudus ketika dahaga pernah ditolong oleh seorang pendeta Hindu dengan diberi air susu sapi. Maka sebagai rasa terima kasih, Sunan Kudus waktu itu melarang menyembelih binatang sapi dimana dalam agama Hindu, sapi merupakan hewan yang dimuliakan.
     

    Hari Jadi Kota Kudus....

      Hari Jadi Kota Kudus di tetapkan pada tanggal 23 September 1549 M dan diatur dalam Peraturan Daerah (PERDA) No. 11 tahun 1990 tentang Hari Jadi Kudus yang di terbitkan tanggal 6 Juli 1990 yaitu pada era Bupati Kolonel Soedarsono. Hari jadi Kota Kudus dirayakan dengan parade, upacara, tasyakuran dan beberapa kegiatan di Al Aqsa / Masjid Menara yang dilanjutkan dengan ritual keagamaan seperti doa bersama dan tahlil.

    SEKILAS KOTA KUDUS

    Kondisi Geografis
    Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 Ha atau sekitar 1,31 persen dari luas Provinsi Jawa Tengah. 48,40% merupakan lahan sawah dan 51,60% adalah bukan sawah. Letak Kabupaten Kudus antara 110 36' dan 110 50' BT dan antara 6 51' dan 7 16' LS. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 16 km dan dari utara ke selatan 22 km. Batas Kabupaten Kudus :
    • Sebelah Utara : Kabupaten Jepara dan Pati
    • Sebelah Timur : Kabupaten Pati
    • Sebelah Selatan : Kabupaten Grobogan dan Pati
    • Sebelah Barat : Kabupaten Demak dan Jepara
    Secara administratif, Kabupaten Kudus terbagi dalam 9 kecamatan, 123 desa, 9 kelurahan. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Dawe yaitu sekitar 8.584 Ha ( 20,19 % ) sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kota seluas 1.047 Ha ( 2,46 % ) dari luas Kabupaten Kudus. Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Kudus adalah aluvial coklat tua sebesar 32,12 % dari luas tanah di Kabupaten Kudus. Dimana sebagian besar tanahnya memiliki 0,2 derajat dan kedalaman efektif lebih dari 90 cm.
     
    Ditinjau dari topografi, Kabupaten Kudus memiliki ketinggian terendah 5 meter di atas permukaan air laut yang berada di Kecamatan Undaan dan ketinggian tertinggi 1600 meter di atas permukaan air laut berada di Kecamatan Dawe. Kelerengan 0-8% menempati di daerah dataran antara lain di Kecamatan Undaan (Desa Undaan Kidul, Desa Undaan Lor, Desa Undaan Tengah), Kecamatan Kaliwungu (Desa Blimbing Kidul, Desa Sidorekso, Desa Kaliwungu, Kecamatan Gebog, Kecamatan Dawe (Desa Margorejo, Desa Samirejo, Desa Karangrejo, Desa Cendono) dan Kecamatan Jekulo (Desa Jekulo). Kelerengan 8-15% menempati sebagian Kecamatan Jekulo, Kecamatan Dawe sebelah selatan, Kecamatan Gebog (Desa Gribig) dan Kecamatan Mejobo (Desa Jepang). Kelerengan 15-25% menempati Kecamatan Dawe (Desa Kajar) dan Gunung Patiayam bagian Timur. Kelerengan 25-45% menempati di daerah Gunung Patiayam bagian utara, Kecamatan Gebog (Desa Padurenan). Kelerengan > 45% menempati Kecamatan Dawe (Desa Ternadi) Kecamatan Gebog (Desa Rahtawu, Desa Menawan) dan daerah Puncak Muria bagian selatan.
     
    Kondisi iklim di Kabupaten Kudus secara umum dipengaruhi oleh zona iklim tropis basah. Bulan basah jatuh antara bulan Oktober-Mei dan bulan kering terjadi antara Juni-September, sedang bulan paling kering jatuh sekitar bulan Agustus. Curah hujan yang jatuh di daerah Kudus berkisar antara 2.000-3.000 mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi di daerah puncak Gunung Muria, yaitu antara 3.500-5.000 mm/tahun. Temperatur tertinggi mencapai 33 o C dan terendah 26 o C dengan temperatur rata-rata sekitar 29 o C dan kelembaban rata-rata bulanan berkisar antara 72%-83%. Angin yang bertiup adalah angin barat dan angin timur yang bersifat basah dengan kelembaban sekitar 88%, kecepatan angin minimum 5 km/jam dan kecepatan angin maksimum dapat mencapai 50 km/jam.
     
    Demografi Penduduk
    Sebagian besar penduduk bekerja di sektor industri pengolahan, yaitu 42,05%. Hal ini tidak lepas dari banyaknya industri pengolahan khususnya rokok yang ada di Kabupaten Kudus. Sedangkan sektor kedua adalah sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan dengan%tase rata-rata sebesar 15,89%. Diikuti dengan sektor perdagangan (14,46%) dan sektor bangunan (9,32%).
     
    Potensi Kabupaten Kudus
    Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan, dimana sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB. Industri yang terdapat di Kabupaten Kudus beragam macamnya. Jiwa dan semangat wirausaha masyarakat diakui ulet, semboyan jigang (ngaji dagang) yang dimiliki masyarakat mengungkapkan karakter dimana disamping menjalankan usaha ekonomi juga mengutamakan mencari ilmu. Dilihat dari peluang investasi bidang pariwisata, di Kabupaten Kudus terdapat beberapa potensi yang bisa dikembangkan baik itu wisata alam, wisata budaya maupun wisata religi. Bidang agrobisnis juga ikut memberikan citra pertanian Kudus. Jeruk Pamelo dan Duku Sumber merupakan buah lokal yang tidak mau kalah bersaing dengan daerah lain. Dalam hal seni dan budaya, Kudus mempunyai ciri khas yang membedakan Kudus dengan daerah lain. Diantaranya adalah seni arsitektur rumah adat Kudus, kekhasan produk bordir dan gebyog Kudus. Keanekaragaman potensi yang dimiliki Kudus diharapkan mampu menarik masyarakat luar untuk bersedia hadir di Kudus. Dengan kondisi geografis terletak pada persimpangan jalur transportasi utama Jakarta-Semarang-Surabaya dan Jepara-Grobogan, Kabupaten Kudus merupakan wilayah yang sangat strategis dan cepat berkembang serta memiliki peran utama sebagai pusat aktivitas ekonomi.